Agung Notowiguno, SE
Direktur Utama PKPU
Tak mudah bangun saat mata kita masih terpejam. Tak mudah bangkit bagi kita, saat diri masih lemah. Sebuah ungkapan motivasi kemandirian. Tapi tidak demikian dengan Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU. 1998 adalah tahun awal bencana panjang negeri ini. Mulai dari krisis ekonomi, moneter sampai krisis identitas datang silih berganti.
Namun jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia adalah negara terparah yang dilanda krisis. Dari pengaruh krisis yang ada masyarakatlah yang banyak merasakan pengaruhnya. Beban kehidupan yang mereka pikul sebelumnya belum terselesaikan, terpaksa harus menerima beban tambahan krisis yang melanda negeri ini.
Melihat situasi yang berkembang, tanpa menunggu kapan krisis akan berakhir, PKPU menisbahkan dirinya sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dan membantu meringankan penderitaan rakyat Indonesia.
Kelahiran PKPU di tengah kondisi krisis adalah satu bentuk logika tantangan bagi PKPU sendiri. Namun “krisis” seakan telah menjadi kata kunci yang membuka mata hati dan kepedulian PKPU untuk menunaikan kewajibannya. Membangun profesionalitas sebagai kultur dan etos kerja, menyampaikan amanah secara adil dan transparan menjadi landasan cita-cita ideal PKPU untuk menjadi lembaga yang mapan.
Sebagai lembaga swadaya yang telah menisbahkan dirinya sebagai milik ummat, tahun 1999 PKPU berhasil menghimpun dana ummat sebesar Rp 3,5 milyar. Alokasi dana ummat tersebut digunakan untuk membantu penyelamatan, rehabilitasi dan pembangunan komunitas didaerah bencana dan daerah-daerah miskin.
Diantara alokasi dana program kepedulian PKPU tersebut diberikan pada bantuan pangan, kesehatan, qurban, beasiswa, pendidikan, charity dan evakuasi para pengungsi di daerah bencana seperti Maluku, Ternate, Sampit, Madura, Poso, Nusa Tenggara, Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur serta beberapa daerah pelosok pelosok negeri lainnya. Selain itu, pemberdayaan ekonomi di beberapa daerah juga menjadi alokasi dana umat.
Perkembangan tahun kedua kelahiran PKPU, cukup menggembirakan bagi sejarah perjalanannya. Peningkatan penerimaaan dana ummat hingga mencapai 300 persen adalah bukti bahwa kepercayaan dan harapan yang diberikan masyarakat kepada PKPU sangat besar.
Besarnya amanah yang diberikan, menuntut PKPU untuk melakukan terobosan program dan menajamkan profesionalitasnya. Maka, pada tahun 2001 adalah tahun kelengkapan PKPU sebagai lembaga sosial dan kemanusiaan.
Tepatnya 8 Oktober 2001, berdasarkan SK. Menteri Agama No 441 PKPU telah ditetapkan sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional. Tujuh tahun kemudian, kerja kemanusiaan PKPU membuahkan hasil. Sebagai lembaga kemanusiaan tingkat nasional, PKPU telah memperoleh akreditasi sebagai Special Consultative Status dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Senin (21/7/2008) lalu. Special Consultative Status ini berada di bawah Economic and Social Council (Ecosoc), Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.
Dengan adanya dua ketetapan tersebut, kini lengkap sudah akan keberadaan PKPU untuk melanjutkan kiprahnya. Utamanya, ketetapan sebagai lembaga Amil Zakat Nasional semakin membuka peluang PKPU mengoptimalkan potensi zakat sebagai sebuah solusi alternatif krisis.
Dalam kondisi krisis, selain sebagai alat pemberdayaan masyarakat, zakat juga bisa menjadi indikator embrio gerakan ekonomi umat. Dan itu bentuk konsekuensi riil atas kondisi kekinian yang menimpa teori-teori ekonomi barat yang gagal mengangkat umat dari keterpurukannya.
Atas landasan realitas sosial kemanusiaan tersebut, PKPU akan tetap konsisten, berkomitmen meraih cita-cita idealnya. Yaitu, Membantu meringankan penderitaan umat, menjadi mediator antara dermawan (aghniya) dan fakir miskin (dhuafa) serta menjalin kemitraan dengan pemerintah atau lembaga sejenis. Yang semua itu diyakini akan menjadi kenyataan di hari esok. Maka visi PKPU kedepan terus berupaya menjadi Lembaga yang terpercaya dalam membangun kemandirian.