BUKITTINGGI - Menjadi primadona gerobak ditengah jam gadang bukanlah hal yang baru di perbincangkan oleh masyarakat Bukittinggi. Pada tahun 2000, awal merintis usaha guna menambah kebutuhan keluarga mulai dilakukan dengan menjajakan jualan berupa Lokan dan Sifut (sea food; red). Itulah yang dilakukan Nirwati, 55 tahun, untuk menyambung hidup keluarganya.
Banyak suka dan duka dalam mengarungi usaha yang dijalaninya. Selama berjualan, hasil dagangannya tidaklah semudah memejamkan mata untuk mendapatkanya, terkadang jualan laris bahkan juga tidak ada satupun yang membeli jualannya. Tidak adanya perubahan dalam penjualan, lalu ditambah dengan berjualan kerupuk kuah, mihun, harga yang dipatok bervariasi mulai dari Rp 500 hingga Rp 1000.
Nirwati memiliki 5 orang anak yang semuanya sekolah. Sejak suami tak lagi sanggup bekerja karena sakit, Nirwati pun berusaha seorang diri membanting tulang kesana kemari. Kegiatan yang rutin dilakukannya ini merupukan wujud cintanya kepada keluarganya. “Saya rela berpanas-panasan, kehujanan bahkan rela diusir Satpol PP,” katanya.
Setiap harinya, Nirwati berkeliling kota wisata untuk menjajakan jualannya. Nirwati berjalan kaki dari lokasi rumahnya Ipuah Mandiangin sampai ke tempat-tempat wisata yang ada di Kota Bukittinggi dan terakhir tempat mangkalnya di tengah jam gadang, mulai pukul 16.00-23.00 WIB.
Saat Nova dari PKPU Bukittinggi bertemu dengan Nirwati pukul 20.00 WIB di tempat mangkalnya di lingkungan jam gadang, dengan senang hati Bu Nir, demikian sapaan akrab Nirwati menyambut dengan senang hati kedatangan dari PKPU.
Bu Nir merasa bersyukur karena adanya perhatian dari PKPU terhadap perjuangan hidup diri dan keluarganya. Saat menyampaikan cerita perjalanan usaha dan hidupnya, terlihat mata Bu Nir mulai berkaca-kaca. Harapan yang diinginkan Bu Nir agar usahanya ini bisa tetap berjalan, hingga maut menghampirinya. “Tapi apakah pemerintah mau memperhatikan kehidupan kami yang kecil ini,” ucapnya.
Megi, sebagai polisi Bukittinggi sangat iba melihat keberadaan dan keadaan Bu Nir yang setia dengan dagangannya. Seharusnya, kata Megi, di usianya yang sudah setengah abad ini Bu Nir tidak layak malam-malam mencari nafkah untuk keluarganya.
Namun, mengingat anaknya ada tiga orang yang masih kuliah, maka dirinya mengerti jika Bu Nir harus tiap minggu mencari tambahan untuk anaknya yang kuliah itu. Megi sendiri menginginkan bahwa dagangan Bu Nir bisa dipatenkan sebagai makanan yang layak di kembangkan, mengingat rasanya yang enak, gurih dan harganya yang cukup murah.
Semangat dan perjuangan Bu Nir dalam memperjuangan usahanya tentunya harus diapresiasi oleh kita semua. PKPU Bukittinggi mengajak masyarakat luas agar perjuangan usaha yang dilakukan Bu Nir ini dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan. (PKPU/Nova/Bukittinggi)
PRAKIRAAN CUACA |
Kota-kota Dunia | Kota-kota Indonesia |
6 Januari 2011
Nirwati, Ibu Tangguh dari Ipuah Mandiangin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar